Minggu, 21 September 2008
artikel 2 : Menggagas Pembelajaran Internet di Kepulauan
Menggagas Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi di Sekolah Kepulauan
(Upaya Mencetak Generasi Cakap dan Mandiri)
A.PENDAHULUAN
Globalisasi di semua aspek kehidupan tidak dapat dibendung lagi. Hal ini terbukti dengan semakin tidak adanya garis pembatas antar negara dan bangsa. Sekat-sekat ekonomi, politik, sosial, budaya, dan bahkan perkembangan teknologi saling mengikat satu sama lain dalam setiap interaksi kehidupan.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketergantungan antar negara dan bangsa semakin menampakkan gaungnya melalui kemajuan teknologi informasi. Negara dan bangsa di dunia terus membutuhkan informasi antar pihak. Kondisi saling butuh informasi ini juga telah merambah dunia pendidikan. Dekade terakhir ini tengah gencar diciptakan pendidikan berbasis teknologi informasi. Pada pokoknya visi dan misi pendidikan setiap lembaga yang dirumuskan salah satunya akan selalu berorientasi pada ICT (Information & Communication Technologi).
Aktualisasinya di wilayah konkret seperti yang termaktub dalam Visi SMA Negeri 1 Arjasa yakni “mantap dalam imtaq, unggul dalam iptek dengan berbasis nilai-nilai dan potensi lokal”. Hal tersebut kemudian dicanangkan dalam sejumlah Misi sekolah yang diantaranya adalah melakukan pelatihan untuk membentuk peserta didik memiliki kecapakan hidup menuju mandiri dan melakukan penataan prasarana dan sarana yang berbasis pada Information, Communication, and Technologi (Visi-Misi SMAN 1 Arjasa,2007).
Faktanya ditandai dengan kehadiran mata pelajaran baru dalam sekolah yakni ICT atau lebih dikenal sebutan TIK (Teknologi informasi dan komunikasi). Melalui pembelajaran TIK diharapkan siswa tidak gagap akan kehadiran perkembangan teknologi yang setiap saat berubah.
Siswa sebagai pembelajar dengan kehadiran teknologi informasi di lingkungan belajar semacam internet dapat mengakses banyak hal. Siswa dapat mengembangkan perbendaharaan informasi, yang pada akhirnya diharapkan mampu membuka cakrawala berpikir lebih maju. Dalam konteks ini teknologi informasi semacam internet menjadi alat yang sangat penting untuk transfer pengetahuan atau pengajaran dan pelatihan yakni “menggiring kedalam” (Outside in) segala informasi dari luar (wienarti,2007).
Kehadiran teknologi informasi (internet) dalam kehidupan siswa sebagai pelajar adalah hal yang niscaya. Dikarenakan sumber acuan memperoleh informasi berupa pengetahuan dalam konteks kekinian tidak hanya berasal dari satu arah yakni guru sebagai pengajar di kelas, tetapi banyak sumber. Sebut saja misalnya media televisi dan radio yang menyajikan informasi dan pengetahuan. Kemudian media cetak seperti koran dan majalah yang lebih luas pembahasannya. Sekarang ada internet yang dapat dimanfaatkan untuk banyak hal dalam memperoleh informasi dan dalam memperkenalkan kita dan sekolah ke dunia luar.
Banyak sekolah yang telah mulai memprogram kegiatan intra dan ekstra sekolah yang mengarah pada kegiatan teknologi informasi. Di sekolah-sekolah perkotaan menjadi hal yang biasa mengakses informasi melalui internet di sekolahnya untuk dijadikan bahan belajar dan diskusi. Berbagai perangkat komputer telah disiapkan untuk saling berbagi informasi dengan siapa saja yang butuh.
Untuk sekolah-sekolah perkotaaan dan (daratan) Sumenep dapat dengan mudah diaplikasikan, tetapi kenyataan di sekolah-sekolah kepulauan Kabupaten Sumenep misalnya, internet baru sekedar wacana dan impian yang tidak tahu kapan dapat direalisasikan.
Kesiapan siswa untuk belajar dan tahu banyak di sekolah dengan mudah mengakses informasi melalui internet ternyata belum didukung oleh fasilitas yang memadai. Sekolah di Kepulauan Sumenep masih jauh tertinggal dari daratan (kota) dalam hal akses teknologi informasi. Untuk “tahu” informasi harus datang ke Kota (daratan) yang tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar.
Untuk itu penting artinya bagi siswa di kepulauan untuk dapat mengakses informasi dan mengirim informasi dengan cepat melalui internet. Kehadiran internet dalam pembelajaran di sekolah dan luar sekolah diyakini dapat membuat siswa berdaya dalam banyak hal. Dunia pendidikan kita akan lebih berdaya seiring dengan kemajuan teknologi.
Urgensi kehadiran teknologi informasi inilah yang kemudian memunculkan berbagai permasalahan dalam kajian ini yakni : (1) bagaimanakah pembelajaran berbasis teknologi informasi di sekolah kepulauan dapat terealisasi?; (2) bagaimanakah dampak pembelajaran berbasis teknologi informasi bagi siswa?. Tentu diharapkan dalam kajian selanjutnya terpaparkan realisasi pembelajaran berbasis teknologi di kepulauan dan dampak pembelajaran berbasis teknologi informasi bagi pemberdayaan siswa.
B. PROBLEM PEMBELAJARAN INTERNET DI KEPULAUAN
Visi besar pendidikan yang termaktub dalam visi-misi SMA Negeri 1 Arjasa “mantap dalam imtaq, unggul dalam iptek dengan berbasis nilai-nilai dan potensi lokal”. Hal tersebut tentu tidak jauh berbeda dengan sekolah-sekolah sejenis di kepulauan Sumenep mulai dari Sapudi, Raas, Masalembu, Sapeken, dan Kangean sendiri. Tentunya visi tersebut tidak sekedar pajangan yang tanpa makna bagi dunia pendidikan. Keinginan agar lulusan sekolah kepulauan juga dapat mempunyai kemampuan daya saing di era teknologi informasi sebuah keniscayaan yang harus terus diperjuangkan.
Upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) di kepulauan memang mengalami sedikit stagnasi (kemandegan) khususnya dalam pengembangan teknologi informasi . Siswa dan lulusan kepulauan akan sedikit “gagap” teknologi ketika telah membaur dengan pelajar dan lulusan sekolah perkotaan. Mereka juga akan dilihat sebelah mata dengan komunitas masyarakat kota, karena dianggap jauh dari akses informasi dan teknologi. Mereka harus belajar dari awal tentang perkembangan dan mengoperasikan perangkat hasil perkembangan teknologi di sekolah dan perguruan tinggi di kota.
Menurut pengamatan penulis, guru yang berasal dari daratan (kota) yang telah paham tentang teknologi informasi dalam praktiknya sedikit kesulitan untuk memberikan pemahaman dan praktik mengoperasikan perangkat teknologi informasi kepada siswa. Dalam pembelajaran dan berbagai kesempatan lain, guru hanya bisa memberikan gambaran tentang internet. Siswa terus diberi motivasi untuk tidak putus asa dan dianjurkan untuk ke daratan (kota) apabila ada kesempatan untuk belajar internet. Pemahaman siswa kebanyakan hanya dapat diaplikasikan pada perangkat fasilitas handphone yang multi fungsi dan dapat mengakses internet, itupun hanya terbatas pada operator tertentu saja dan sangat terbatas serta mahal.
Ada banyak faktor yang menjadi penghambat pengembangan internet dalam sekolah di kepulauan. Faktor kendala tersebut menurut hemat penulis dapat dipilah faktor fisik dan yang bersifat psikis.
Faktor fisik diantaranya :
1.Letak geografis yang kurang menguntungkan.
Letak kepulauan yang tersebar sangat sulit untuk dijangkau transportasi dengan mudah dan cepat. Akhirnya arus informasi dan segala perkembangannya juga akan terhambat masuk kepulauan. Sampai saat ini belum ada alat transportasi laut dan udara yang memadai dan cepat mengakses kepulauan.
2. Fasilitas belajar yang kurang memadai.
Seperti diketahui dan bukan lagi rahasia umum bahwa sekolah-sekolah kepulauan dibandingkan dengan sekolah kota (daratan) dari segi fasilitas tertinggal. Di sekolah kepulauan mayoritas tidak dapat mengembangkan pembelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) lebih jauh sampai jaringan internet, dikarenakan fasilitas internet memang tidak ada. Lagi pula tidak ada provider yang menjangkau daerah kepulauan dan dapat memberikan layanan akses internet (Kadir, 2008). Pembelajaran TIK hanya terbatas pada pengenalan komputer dan program office (word, exel, dan power point). Tentu yang lebih memprihatinkan adalah ruang dan perangkat komputer juga sangat terbatas. Dapat dibayangkan 2 atau 3 komputer untuk praktikum sebanyak 35 – 40 siswa.
3. Aliran listrik yang terbatas.
Aliran listrik di kepulauan rata-rata tidak lebih 12 jam operasionalnya.Itu pun hanya berlangsung pada malam hari saja. Fasilitas listrik bagi masyarakat kepulauan dari PLN baru pada fungsi penerangan bukan pada hal-hal yang lebih jauh, seperti untuk industri dan pendidikan. Terbatasnya listrik ini tentu sangat berdampak pada minimnya operasional teknologi semacam komputer.
Selain persoalan klasik yang bersifat fisik di atas ada hal-hal penghambat yang bersifat psikis, yang kalau dicermati meliputi :
1.Sumber daya yang kurang .
Meskipun misalnya perangkat dan jaringan internet memadai, namun kurang ditunjang oleh sumber daya yang handal dapat mengabdikan diri untuk kepentingan masyarakat pendidikan di Kepulauan. Dekade terakhir memang banyak warga asli kepulauan yang telah berhasil dalam menimba ilmu tentang teknologi informasi di kota-kota besar, namun problemnya adalah mereka tidak mau kembali lagi ke tanah kelahirannya karena alasan pekerjaan dan lebih betah tinggal di kota (daratan).
Tentu guru yang pas sesuai dengan bidang teknologi informasi hampir tidak dapat ditemukan di sekolah-sekolah kepulauan. Guru pengajar TIK di kepulauan mengajar hanya sekedar tahu (bukan ahli) dalam bidangnya.
2.Motivasi belajar sebagian siswa yang minim
Motivasi merupakan suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan rekasi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik dalam Djamarah,2002:114). Padahal motivasi dalam belajar berfungsi untuk mendorong dan penggerak dalam tingkah laku (perbuatan).
Tidak termotivasinya sebagian siswa dalam belajar TIK menurut pengamatan penulis disebabakan oleh beberapa hal yakni : (1) sebagian siswa merasa tidak kebagian komputer karena harus rebutan dengan teman yang lain, karena hanya ada 3 (tiga) unit komputer untuk praktik secara bergantian; (2) sebagian siswa jenuh dan bosan dengan pelajaran TIK yang materinya sebagian telah dipahami, seperti : Ms.Word, Excel, Power point.
3.Budaya yang masih cenderung eksklusif (tertutup)
Kecenderungan sebagian masyarakat kita yang masih menilai pada sisi negatif kehadiran perkembangan teknologi, termasuk teknologi informasi. Hal tersebut semakin diperparah misalnya dengan kasus-kasus siswa yang bermasalah di sekolah yang membawa hand phone didalamnya terdapat gambar-gambar dan film porno. Akibatnya, sekolah melarang keras membawa hand phone ke sekolah apapun alasannya.
Ada keyakinan yang cukup kuat dalam benak masyarakat dan bahkan kalangan pendidik, bahwa alat informasi dan komunikasi semacam hand phone multimedia akan lebih membawa dampak buruk bagi siswa dibandingkan dengan sisi baiknya. Pola pikir semacam ini terkonstruk sedemikian kuat bahwa kehadiran teknologi informasi semacam internet nantinya akan memperburuk moralitas pelajar. Diyakini mereka akan lebih membuka dan mencari situs-situs porno dibandingkan mencari informasi pengetahuan.
C. IDE PEMBELAJARAN BERBASIS INTERNET DI KEPULAUAN
Internet yang merupakan kepanjangan dari Interconection Networking atau juga telah menjadi International Networking merupakan suatu jaringan yang menghubungkan komputer di seluruh dunia tanpa dibatasi oleh jumlah unit menjadi satu jaringan yang bisa mengakses satu sama lain (Harisanty, 2006). Dengan internet tersebut, satu komputer dapat berkomunikasi secara langsung dengan komputer lain di berbagai belahan dunia. Satu hal yang merupakan kelebihan internet dibanding media lainnya adalah dalam hal ini internet dapat menembus batas ruang dan waktu. Internet juga dapat menembus dimensi kehidupan pemakainya.
Internet dapat dijadikan alat (media) belajar bagi siswa yang cukup baru dan menyenangkan. Dengan akses internet di sekolah proses belajar tidak dititik beratkan di kelas, namun siswa dituntut untuk belajar mandiri, dapat membantu siswa lebih memahami mata pelajaran dan penambahan wawasan siswa.
Untuk konteks sekolah kepulauan langkah awal tidak menuntut terlalu banyak hal, seperti adanya perangkat internet di setiap kelas. Barangkali cukup dengan membuka ruang internet atau warung internet (warnet) di lingkungan sekolah yang dapat dimanfaatkan siswa dalam belajar.
Dalam tataran praktisnya, siswa dapat memanfaatkan akses internet pada jam istirahat di sekolah hal-hal yang menjadi kebutuhannya dalam pembelajaran dan khazanah lainnya. Kegiatan siswa ini tetap mendapat pengawasan dari guru yang mengelola ruang internet tersebut. Begitu pula saat jam belajar, guru dapat mengajak siswa belajar di ruang internet. Siswa juga dapat mengakses di luar jam pelajaran, sore atau malam hari.
Mengkonkretkan ide di atas di sekolah-sekolah kepulauan bukan persoalan mudah. Banyak hal yang perlu disiapkan, seperti sarana arus listrik yang stabil dan baik, ruang dan perangkat komputer dan fasilitas internet yang representatif. Pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya teknologi informasi juga perlu dilakukan sejak awal. Disamping juga kebijakan pengelolaan yang baik, dan kesiapan guru serta siswa untuk mengoperasikannya.
D. INTERNET : MENCETAK KECAKAPAN DAN KEMANDIRIAN
UU Nomor 20. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara . Jadi pada akhimya tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik agar mampu mengembangkan dirinya sebagai pribadi yang mandiri, sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara.
Bertolak dari paparan di atas, kehadiran teknologi internet yang pada hakikatnya merupakan perkembangan dari teknologi komunikasi generasi sebelumnya. Media seperti radio, televisi, video, multimedia, dan media lainnya dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan. Apalagi media internet yang memiliki sifat interaktif, bisa sebagai media masa dan interpersonal, dan gudangnya sumber informasi dari berbagai penjuru dunia, sangat dimungkinkan menjadi media pendidikan lebih unggul dari generasi sebelumnya. Internet akan menjadi wakil guru dan siswa, sekaligus suplemen (vitamin) proses pembelajaran.
Meskipun menurut wienarti (2007) internet sama sekali tidak membuat manusia menjadi lebih bermoral dan berkarakter atau berbudi pekerti luhur, Internet hanya dapat memintarkan (visi pengajaran). Namun siswa pada akhirnya akan memiliki kecakapan atau terampil dalam banyak hal. Cakap dalam mengopresikan perangkat teknologi informasi, terampil dalam memperoleh dan mengolah informasi, dan cakap untuk membuat inovasi-inovasi baru yang bermanfaat dalam hidupnya.
Dengan pembelajaran berbasis internet, siswa diajarkan untuk belajar mandiri. Kemandirian yang dimaksud, dimulai dengan berupaya sendiri secara mahir mencari informasi pengetahuan dengan mengaskes internet, mengolahnya, dan secara mandiri pula mengaitkan dengan ilmu pengetahuan yang telah diterima.
Kemahiran dalam bidang teknologi, khususnya TIK sebagai syarat esensial untuk memasuki lapangan kerja, sehingga siswa menjadi seorang entrepreneur ( mampu berwira usaha) yang secara mandiri dapat memanfaatkan teknologi dalam menyelesaikan permasalahannya (Arifin,2008).
Dalam konteks ini siswa memiliki kecakapan (skill) dan kemandirian menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan masyarakat lingkungannya dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.
E. PENUTUP
Gagasan tentang perlunya menciptakan pembelajaran berbasis teknologi informasi di sekolah kepulauan sangat mendesak untuk direalisasikan. Memang banyak faktor yang menjadi penghambat baik secara psikis dan fisik, namun hal-hal tersebut akan dengan mudah dilalui apabila ada keinginan semua pihak, termasuk di dalamnya peran pemerintah. Sumber utama berupa motivasi masyarakat pendidikan di kepulauan akan hadirnya kemajuan teknologi informasi menjadi modal utama terealisasinya ide besar ini.
Motivasi agar siswa di kepulauan juga dapat mengenyam pendidikan yang berbasis teknologi informasi layaknya sekolah-sekolah yang telah maju. Disamping juga keinginan agar siswa dapat Mentradisikan konsep tersebut sangat urgen dilakukan agar siswa kepulauan juga dapat mempunyai kemampuan daya saing dan mampu secara mandiri menciptakan lapangan kerja yang akhirnya bermanfaat bagi masyarakat lingkungannya.
Untuk itu disarankan kepada pemerintah yang terkait untuk secepatnya merealisasikan program internet masuk sekolah termasuk di kepulauan. Sementara sekolah bersama masyarakat hendaknya menyiapkan diri baik mental dan material melalui kebijakan yang mendukung. Siswa sendiri seharusnya lebih termotivasi secara mandiri belajar mengenal dan mengoperasikan perangkat teknologi informasi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar