Sabtu, 11 Januari 2014

Imam Al-Gazali dan Seekor Lalat



Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad menulis cerita seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. “Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.

Imam al-Ghazali mengisahkan bahwa dihadapan Allah ia ditanya tentang bekal apa yang ia serahkan untuk-Nya. Al-Ghazali pun menimpali dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernha ia jalani di kehidupan dunia.

“Aku (Allah) menolak itu semua!” ternyata Allah hanya menerima satu kebaikan Imam al-Ghazali ketika bertemu dengan lalat.

Saat itu Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga.

“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.

Hikayat ini mengandung pesan tentang betapa dahsyatnya pengaruh hati yang sanggup mengalahkan egoisme kepentingan diri sendiri. Kasih sayang Imam al-Ghazali yang luas, termasuk untuk seekor lalat, membawa kedudukan tokoh dengan jutaan pengikut ini kian mulia.

Pristiwa ini secara samar menampar sebagian kalangan yang kerap membanggakan capaian-capaian keberagamaannya. Karena ternyata penilaian ibadah manusia sepenuhnya milik-Nya, bukan milik manusia. Tak ada ruang bagi manusia menghakimi kualitas diri sendiri ataupun orang lain. Segenap prestasi ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan bisa jadi justru berbuah kenistaan.

Imam al-Ghazali sesungguhnya hanya mempraktikkan apa yang diteladankan dan diperintahkan Nabi, “Irhamu man fil ardli yarhamkum man fis sama’. Sayangilah semua yang ada di bumi, maka semua yang ada di langit akan menyayangimu.” (disarikan dari NU-Online)