Sabtu, 05 Februari 2011

PANTAI LOMBANG, NASIBMU KINI?

Wisata pantai Lombang terletak di ujung timur pulau Madura. Dari Kota Sumenep, untuk sampai ke lokasi pantai harus ditempuh jarak 30 km ke arah timur daya. Pantai yang dipenuhi cemara udang tersebut memang cukup jauh dari keramaian kota. Transportasi pun yang langsung menuju ke lokasi pantai bisa dikatakan tidak ada. Tapi harus “ calter” colt jenis L300, yang bisa mencapai 75-100 ribu sampai lokasi.

Pantai wisata lombang adalah salah satu aset wisata andalan Sumenep pra dan pasca suramadu. Selain banyak dikunjungi para pelancong dari domestik, juga mancanegara. Pantai lombang memang menyuguhkan hal yang tidak ditemukan di pantai pantai lain di nusantara, selain ditumbuhi pohon cemara udang yang besar-besar dan rindang, juga pasir putihnya yang bersih dan menawan. Ombak juga tidak terlalu besar, sehingga pengunjung bisa bebas mandi di pantai. Pantai ini menjadi idola pada saat pesta hari raya kupatan/ketupat, tepat tujuh hari idul fitri. Ribuan pengunjung akan memadati pantai untuk merayakan hari raya ketupat bersama keluarganya.

Tentu, hasil retribusi pengunjung menyumbangkan PAD bagi daerah. Pasca Suramadu, objek wisata ini dalam desain plan-nya akan dilengkapi berbagai fasilitas yang membuat nyaman pengunjung, khususnya dari luar daerah. Hotel dan penginapan akses transportasi langsung ke tempat wisata. Bahkan, bandar udara trunojoyo Sumenep, direncanakan dioperasionalkan untuk penerbangan domestik. Di yakini, wisata pantai lombang akan menjadi salah primadona bagi pelancong luar negeri maupun domestik selain beberapa referensi tujuan wisata di jatim lain, kayak bromo, dan Bali.

 Buah Konflik Harapan boleh saja tinggi, tapi kini menemui jalan buntu. Lahan pantai yang telah bertahun-tahun sejak orde baru aset wisata Sumenep, menuai konflik. Tanah yang dijadikan lahan wisata di-klaim beberapa warga. Mereka merasa bayar pajak dengan SPPT yang mereka pegang. Sementara Pemerintah Kabupaten justru tiba-tiba menunjukkan akta kepemilikan, bahwa tanah wisata tersebut adalah milik pemerintah kabupaten. Jalur hukum pun menjadi solusi bersama. Seperti yang banyak diperkirakan, Pemkab memenangkan persidangan, meskipun tiap kali sidang mendapat “ presure” dari warga di pengadilan. Warga yang merasa didholimi tetap tidak terima, mereka menyatakan banding atas keputusan pengadilan. Bahkan tidak berhenti di situ, warga memagari dan menutup sementara akses masuk menuju pantai wisata Lombang. Aktivitas wisata di pantai Lombang pun berhenti total.

Perkembangan berikutnya, pantai dibuka sebebas-bebasnya untuk pengunjung tanpa tiket masuk. Namun patok tanah dan pagar klaim warga atas tanah di pantai tetap berlangsung. Puncaknya ketika hari raya ketupat kemarin (2009 dan 2010), tidak ada aktivitas pesta rakyat. Tidak ada investor/even organizer yang mengelola kegiatan pesta tahunan rakyat tersebut. Makin Rumit dan Aneh Kini, Pantai Lombang makin aneh. Menurut laporan dari teman saya yang berkunjung ke sana pada waktu liburan sekolah kemarin, pengelolaannya makin runyam. “ bayangkan mas, pas saya dengan keluarga masuk dengan mobil ke lokasi, dimintai tiket Rp. 3000,- tiap pengunjung, karena ada 10 orang, yang bayar 30.000 (tiga puluh ribu). Setelah memasuki area pantai, tiba-tiba ada yang menyodorkan tiket lagi,dengan harga tiket yang sama Rp. 3000,-, saya kaget,” cerita teman saya. “ lho, tadi sudah bayar Pak, di luar”, kata teman saya. “iya Pak, disana itu milik kepala desa, tapi di pantai ini, tanahnya milik Bos saya (haji fulan), jadi ya harus bayar lagi,” desak orang itu. “ ooo, gak mau saya bayar lagi” tolak teman saya. “ kalau begitu sampeyan dan rombongan harus pindah dari pantai ini, keluar area pantai ini,” dia mengusir.

Akhirnya teman saya pindah ke luar area utama pantai, ke pantai sebelahnya. Yang paling aneh lagi, saudara teman saya yang kebelet mau buang air besar di toilet yang memang dibangun sebelumnya oleh Pemkab, malah diusir oleh petugas tadi. “ gak boleh Pak,karena Bapak tidak bayar mulai awal,” sergahnya. “ tapi saya sekarang saya mau bayar, disamping nanti bayar biaya toilet,” kata saudara teman saya. “ tetap tidak boleh,” kata petugas yang mungkin dibayar oleh yang mengklaim pemilik tanah wisata itu. Akhirnya teman saya pulang masih menimbulkan tanda tanya dalam hati, kok aneh, udah bayar, disuruh bayar lagi. Yang paling aneh orang mau buang air kok dilarang, kan yang membangun itu pemerintah, sambil menggeleng-gelengkan kepala

Nasib Pantaiku? Para insan parawisata akan mengernyutkan dahi, bila membaca dan melihat fenomena ini semua. Sampai sekarang belum ada langkah apapun untuk menyelamatkan dan membuat solusi bagi keberlangsungan pantai wisata Lombang Sumenep itu. Pemkab bergeming, mungkin untuk menghindari konflik yang makin parah.

Menurut hemat saya, persoalannya adalah selama bertahun-tahun masyarakat sekitar tempat wisata mungkin tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan wisata pantai yang menjadi primadona Kabupaten Sumenep itu. Pasca kebebasan, mereka berteriak sekencang-kencangnya menuntut ketimpangan ini. Padahal dulu, orde baru tak ada riak apapun. Menurut salah satu pengakuan warga, dulu mereka takut untuk nuntut, karena nyawanya bisa terancam. Kini mereka bertekad untuk berjuang demi haknya. Kalau hal ini hanya dibiarkan menggantung citra pariwisata kita akan runyam, yang bisa aja terjadi di daerah lain suatu saat. Wisata yang tidak ramah lingkungan masyarakat sekitar atau sebutan apapun yang pas. Sepertinya, ranah hukum bukan semata-mata solusi, masyarakat yang mengklaim akan terus berontak meskipun mereka kalah atau menang. Apalagi mereka telah “ tidak percaya” pada produk peradilan kita, apa tidak makin runyam. Barangkali diperlukan kearifan semua pihak, mulai dari pimpinan daerah dan tokoh-tokoh masyarakat, masyarakat sekitar pantai, dan yang mengklaim tanah tersebut untuk bermusyawarah bersama. Pemkab bisa saja hanya sebagai fasilitator (pemegang stempel) kebijakan pariwisata, pengelolanya pasrahkan pada desa dan yang mengklaim tanah, ada dewan pengawas yang terdiri para tokoh masyarakat yang peduli. Atau mungkin ada rekomendasi lain yang lebih cerdas dari pembaca?monggo share…